Friday, October 19, 2012

Manajemen Mutu Dan Kendala Dalam Operasional Kapal Tunda

Selamat sore temen - temen. Apa kabar semua ? semoga sehat - sehat saja. Maaf ya ( hehehehe ) baru sempat posting lagi nih setelah dua bulan terakhir ini fakum hehehehehe. fakum cleaner... hehehe

Kembali ke laptop.... Teman sesama pelaut tercinta terutama temen - temen yang bekerja di kapal tunda atau Tug Boat, Bekerja di kapal Tug Boat tidak semudah yang di bayangkan apalagi Tug Boat yang melaksanakan towing barge. Di sini di perlukan tenaga - tenaga ABK yang handal karena sifat pekerjaan yang memerlukan peritungan yang matang dan kerja yang cekatan serta bisa menjaga keselamatan bekerja bagi masing - masing pribadi yang bekerja di atas kapal tug boat.
Bekerja di Tug Boat baik dalam proyek migas di lepas pantai maupun barging batubara atau yang lainnya mempunyai resiko lebih besar di banding kapal jenis lain. Untuk itulah sekali lagi di perlukan tenaga - tenaga pelaut yang berpengalaman baik level ABK maupun perwira kapalnya.

Di blog ini saya akan coba sedikit mengupas kendala atau  mengidentifikasi masalah berdasarkan fakta – fakta yang dihadapi di atas kapal Tunda yaitu dalam pelaksanaan towing tongkang yang tidak berjalan sesuai dengan rencana di antaranya adalah sebagai berikut :

 1. Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan ABK yang bekerja dikapal tunda
Perusahaan mengharapkan memiliki ABK yang sudah terampil di dalam pengoperasian kapal, terutama adalah perwira yang berpengalaman dan diberikan pendidikan tambahan yang sesuai dengan profesi di kapal tug boat. Kemahiran yang dimiliki oleh perwira dan ABK akan keterampilan menggunakan dan merawat peralatan kapal dapat mempengaruhi kondisi kapal tetap dalam keadaan prima. 

Seperti yang telah diketahui bahwa kapal tug boat banyak memiliki kendala dalam pengoperasian baik di tengah laut/lokasi pengeboran minyak maupun di pelabuhan (Base Port). Kendala ini diharapkan akan berkurang dengan adanya perwira-perwira pembantu nahkoda yang memiliki keterampilan yang baik dan berpengalaman dalam pengoperasian kapal tug boat ini. Didalam pengoperasian kapal tug boat Perwira I atau Mualim I dituntut untuk meningkatkan pengetahuan tentang Towing Barge dan pengeboran lepas pantai antara lain :
1. Olah gerak menyandarkan barge pada instalasi lepas pantai atau jetty confeyor bagi tug barging.
2. Towing Arranggement
3. Penanggulangan tumpahan minyak dan permasalahan lainnya

Selanjutnya perwira harus familiar dalam menggunakan semua alat-alat/peralatan kerja yang ada di atas kapal / tug boat secara tepat guna, seperti : Peralatan perlengkapan tunda (towing arranggement) Perwira-perwira juga harus familiar dalam mengoperasikan alat-alat navigasi dan radio khusus untuk pekerjaan khusus, serta profesional dalam bidang navigasi, seperti :
1. Mengoreksi peta-peta laut dengan NTM
2. Membuat laporan-laporan yang diperlukan.

Untuk menghasilan produktifitas yang tinggi dalam pengoperasian kapal, aspek dari manusia memegang peranan penting yaitu disiplin yang tinggi dari seluruh ABK kapal terutama dari disiplinnya perwira-perwira yang merupakan contoh bagi anak buahnya. Dari disiplin pribadi perwira-perwiranya akan berkembang menjadi suatu disiplin kelompok. Oleh karena kelompok kerja yang baik dalam mengerjakan suatu tugas kerja yang diperintahkan pencharter atau mitra kerja dapat diselesaikan dengan baik dan aman.
Keterampilan ini harus benar-benar ditekankan karena dalam pengoperasian kapal tug boat adalah sangat penting mengenai keterampilan khusus ini sehubungan sifat dari pekerjaan kapal. Untuk itu bagi perwira-perwira muda yang baru lulus dari sekolah maupun yang dari jenis kapal lainnya seperti apa yang tercantum dalam ISM Code, wajib bagi setiap ABK mengadakan familiarisasi di kapal yang baru dinaikinya sampai benar-benar telah familiar dengan kapal itu.

Perlu diketahui bahwa sampai saat ini di Indonesia belum ada pendidikan/kursus keterampilan untuk kapal tug boat, yang mana ini sangat diperlukan bagi pelayaran yang mengoperasikan kapal-kapal tug boat.

2. Kurang lancarnya kerja tug boat di lokasi lepas pantai.
Untuk menghasilkan pelayanan kerja yang baik pada kapal tug boat diperlukan kerja sama yang baik dari berbagai pihak yang terkait, khususnya lebih ditekankan kepada pihak kapal tug boat yang harus dapat mengoperasikan kapalnya dengan lancar sehingga komplain yang datang dari pihan pencharter dapat diperkecil. Dalam pengertian kurang lancarnya pengoperasian disini adalah :
1. Kurang dapat menghasilkan pelayanan seperti yang dapat diharapkan, khususnya oleh pihak pencharter.
2. Tidak tercapainya keuntungan yang telah ditargetkan oleh perusahaan.
3. Membesarnya biaya-biaya operasional yang ditimbulkan
4. Terlambatnya waktu-waktu yang telah diprogramkan.

Hal-hal tersebut diatas yang harus menjadi perhatian perusahaan yang terkait sebagai pemilik kapal, pencharter dan mitra kerja lainnya untuk mengadakan koordinasi yang baik antara satu dengan yang lainnya. Selain dari itu kapal tug boat terlalu lama untuk laik up yang mengakibatkan tidak terawatnya kondisi mesin kapal, akibatnya peralatan mesin maupun perlengkapan keselamatan kerja pun juga terabaikan.

Disini betul-betul dibutuhkan kondisi kapal yang baik dan lengkap peralatannya juga awak kapal yang cukup terampil untuk kelancaran kerjanya. Kalau tidak demikian akan dapat menimbulkan resiko kerja yang tinggi, banyaknya program kerja yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh anak buah kapal, sehingga kadang-kadang membuat pihak pencharter atau rekan kerja memberi order terus menerus, dengan demikian dapat membuat pihak kapal dan ABK nya kewalahan dan merasa tertekan.

Dengan suasana yang tidak diharapkan tersebut seperti kelebihan order dapat mengakibatkan timbulnya rasa jenuh untuk melaksanakan pekerjaan dan apabila dari atas kapal tidak cukup jumlahnya dan tidak cukup terampil. Sedangkan dari pihak pencharter atau mitra kerja tidak mau tahu dengan kondisi kapal beserta ABK nya yang mereka inginkan adalah semua order yang mereka berikan harus dapat dilaksanakan dengan tepat dan baik untuk menunjang kelancaran program-program kerja yang telah mereka canangkan.

3. Berbahasa menjadi hambatan didalam berkomunikasi.
Pihak Pencharter disini merupakan sumber tertinggi di daerah lingkup kerja lokasi pengeboran minyak lepas pantai, oleh karena itu semua perintah berasal dari mereka.
Pekerjaan di lokasi yang dikerjakan oleh kapal tug boat, baik yang dikerjakan sendiri maupun yang dikerjakan kelompok adalah berdasarkan perintah dan petunjuk mereka. Secara mutlak mereka mempunyai wewenang dan hak, tidak ada alasan apapun bagi kapal yang dicharter untuk menolak setiap perintah mereka, Pihak kapal merupakan struktur bawah akan berusaha dengan berbagai cara untuk mengantisipasinya sebagai upaya memberikan pelayanan yang terbaik. 

Disini dibutuhkan saling pengertian antara pihak pencharter dan ABK, karena tidak adanya komunikasi yang baik antara pencharter dan ABK akan sangat mempengaruhi pelaksanaan kegiatan pekerjaan yang disebabkan tidak pahamnya pihak kapal dalam berkomunikasi dalam berbahasa sehingga menghambat kerja tug boat disini yang terjadi tidak maksudnya order yang diterima kapal dari pencharter.
Demikian pula komunikasi yang baik akan mempengaruhi hubungan kerja saling mendukung dalam pelaksanaan pekerjaan, sehingga ABK kapal termotifasi untuk mengembangkan berbahasa lebih baik. sehingga mampu dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan oleh pencharter.

4. Kurang Tersedianya Spare Part dan pemahaman manual book.
Spare part yang tidak tersedia dapat mempengaruhi ABK dalam menjalankan perawatan terhadap peralatan kapal dan saat menjalankan keselamatan kerja pada kondisi tidak beroperasi.
Keadaan seperti ini sering membuat anak buah kapal dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, menjadi lalai. Anak buah kapal pun sering tidak menata spare part yang tersedia dengan baik dan benar, sehingga keadaan spare part menjadi berantakan sehingga dalam melaksanakan perawatan menjadi tidak disiplin.

Untuk menjalankan perawatan dan pemeliharaan spare part harus ditunjang dengan adanya kedisiplinan yang tinggi dan pemahaman dalam mempelajari buku petunjuk (manual book) dan peran Mualim I yang tegas sangat dibutuhkan dalam keadaan seperti ini. Adanya saling koordinasi antara pihak perusahaan dan anak buah kapal dalam penginformasian data jumlah spare part yang dibutuhkan dan yang sudah terpakai memberi asumsi bahwa tugas-tugas dilaksanakan dengan baik.

Pendataan ini akan memudahkan anak buah kapal menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, pada saat menjalankan perawatan dan pemeliharaan peralatan mesin dan keselamatan kerja pada saat kapal sekalipun tidak beroperasi. Maka apabila kapal tersebut mendapatkan order/charteran tidak mengalami hambatan dalam pelayanan perlindungan suku cadang/spare part yang setiap saat siap digunakan apabila dibutuhkan.

5.Latar Belakang Pendidikan ABK Yang Kurang Mendukung
Kita semua menyadari bahwa faktor pendidikan mempunyai peranan yang cukup berpengaruh terhadap pola kerja ABK itu sendiri, sehingga hasil yang diperoleh tidak memuaskan. Dengan latar belakang pendidikan yang rendah ABK hanya lulusan SD dan tidak dibekali ketrampilan kerja diatas kapal hal ini menjadikan kurang percaya diri dengan kemampuan yang dimiliki, sehingga setiap tugas atau pekerjaan yang diberikan lambat untuk dapat dipahami yang berakibat suatu pekerjaan yang dilakukan oleh ABK akan menjadi terlambat, karena keterbatasan pengetahuan.

6. Pekerjaan Yang Terus-menerus dengan Upah Yang Tidak Memadai.
Pemberian tugas yang berlebihan mengakibatkan ABK tidak dapat melaksanakan tugasnya secara penuh. ABK juga sering sulit untuk menentukan prioritas kerja yang dilaksanakan sehubungan dengan sering hanya berusaha mengejar target yang dituntut oleh perusahaan tanpa memperhatikan kemampuan anak buah kapal. 

Disamping itu upah kerja yang minim tidak sebanding dengan banyaknya tugas serta tuntutan kerja menjadi alasan ABK untuk tidak melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.karena kerja di kapal tug boat yang melayani kerja oil field lepas pantai yaitu membawa material pipa dan waktu yang dibutuhkan dalam.
 
Membongkar pipa bisa sangat lama tergantung dari cuaca dilokasi yang pernah penulis alami yaitu sampai 2 bulan pipa bisa dibongkar karena didalam pembongkaran tidak sekaligus habis tapi diambil 50 pipa kemudian kapal keluar lagi dan masuk lagi begitu seterusnya dengan jumlah pipa di tongkang sampai 1400 pipa untuk dibongkar.

Hal inilah yang harus dipahami oleh perusahaan dalam memberi gaji yang standart. Sedang kapal lain kita ambil contoh seperti kapal barang kerja tidak begitu berat dari pelabuhan satu ke pelabuhan tujuan dan bongkar muat tidak membutuhkan waktu lama dan resiko tidak tinggi dalam bekeja. 

Dapat terjadi karena faktor gaji yang kecil, seorang ABK tidak dapat menyelesaikan kontrak kerjanya dari waktu yang telah disepakati, bahkan ada yang sampai merugikan perusahaan pelayaran tempat mereka bekerja oleh karena faktor gaji yang kecil, dapat mendorong seseorang melakukan perbuatan tidak terpuji, seperti mencuri muatan, suku cadang, dan lain-lain, bahkan ada yang sampai disersi (meninggalkan kapal, pindah ke kapal yang lain dengan gaji yang lebih besar).

Demikian sedikit ulasan semoga menjadi  bahan evaluasi bagi kita semua..... salam.

No comments: