Tuesday, March 08, 2016

Balada Seorang Pelaut

Selamat malam pembaca setia blog ini, sebelumnya saya minta maaf mungkin pembaca semua bertanya tanya dalam hati kenapa blog ini fakum sampai hampir satu tahun. Ya semenjak kehilangan kedua kakak yang sangat saya cintai untuk selama lamanya hasrat untuk menulis sepertinya luntur, saya merasa hidup itu sebentar sekali. Betewe saya tidak ingin berlama lama merasa kehilangan yang pasti hidup harus terus berjalan.

Dalam tulisan ini saya ingin bercerita pengalaman saya dan mungkin pengalaman yang akan saya share nanti mirip dengan pengalaman teman teman semua khususnya para pelaut yang kebetulan operasi di indonesia dgn vessel type tug boat.


Balada seorang pelaut...
Sebuah judul lagu lama yang melegenda. Lagu ini seolah - olah sebagai lagu kebangsaan para pelaut indonesia. Hehehehe . Dalam lyrik lagu ini menggambarkan gaya hidup seorang pelaut yang serba glamour,  suka ke diskotik, pakaian branded, suka menghambur hamburkan uang dan bergonta -ganti pasangan dan lain lain yang kesannya negatif banget.

Tapi.... Ups itu mungkin dulu ...
Dulu sekali,  cerita para pelaut pelaut senior jaman dulu begitu mudahnya mereka mendapatkan benefit dari perusahaan. Semakin lama mereka berlayar maka semakin banyak pundi pundi uang yang mereka dapatkan.

Banyak jenis pendapatan yang konon mereka dapatkan di antaranya basic salary, uang over time yang sehari mereka dapatkan sekitar 8 jam, uang premi yang nominalnya di hitung per nautika mill jarak dari tempat berangkat sampai tempat tujuan jadi semakin jauh jarak yang akan di lalui semakin banyak juga premi yang mereka dapatkan, kemudian premi muatan, sisa uang makan dan masih banyak lagi pendapatan yang mereka dapatkan.

Selain penghasilan yang begitu besar mereka juga mendapatkan fasilitas akomodasi di kapal yang cukup nyaman, makan yang cukup, kesehatan yang di cover oleh perusahaan ansuransi yang juga mengcover kesehatan anggota keluarga di rumah, hak rekreaai , hak cuti dll. Pokoknya jaman dulu para pelaut ketika berangkat untuk berlayar mereka sudah tidak kepikiran urusan financial keluarga yang di tinggalkan di rumah.
.
Penghasilan besar yang mereka dapatkan sebanding dengan resiko pekerjaannya sebagai seorang pelaut. Mereka bekerja menantang ombak dan badai, tidak kenal siang dan malam selalu waspada untuk mengamankan aset perusahaan dan muatannya, dan berusaha berlayar dengan aman dan tepat sampai tujuannya.

Sekali lagi itu dulu temen temen  pembaca setia. Sekarang ?
Ini yang akan saya share ke teman teman semua.
Sedih sebenernya kalau saya bercerita tentang keadaan yang di alami sebagian besar pelaut sekarang ini di pelayaran indonesia khususnya tug boat.

Kita di tuntut untuk mensertifikasi ketrampilan pelaut yang harus sesuai dengan STCW amandemen manila tahun 2010 dengan berbagai ketrampilan pelaut yang berstandart internaaional tapi benefit yang kita dapatkan dari semua itu tidak sesuai.

Bayangan gaji besar dengan segala penghasilan lainnya hanya menjadi isapan jempol semata. Upah yang di dapatkan tidak sebanding dengan biaya persyaratan yang begitu buaanyak untuk mendapatkan label pelaut.

Di Samarinda contohnya masih banyak kita temui perusahaan pelayaran yang mengupah anak buah kapal jauh di bawah UMP . Bahkan teman saya pernah mengalami ketika menjadi juru mudi hanya di gaji 400 ribu perak sebulan. Dengan gaji yang hanya cukup untuk membeli rokok sebulan itu kita di tuntut mengamankan aset perusahaan dan muatan yang harganya bermilyar milyar ironis bukan ? Bekerja siang dan malam , jauh dari rumah, meninggalkan orang orang terkasih, tidak peduli badai, ombak dan cuaca yang sewaktu - waktu datang tanpa bisa di pridiksi datangnya.

Kita semua di tuntut menjadi pelaut yang profesional tapi bagaimana terwujud kalau perlindungan hukum bagi pelaut terabaikan. Jaminan kesejahteraan pelaut hanya sebuah tulisan di undang undang yang nyaris tiada maknanya. Kita akui persaingan lapangan pekerjaan di bidang pelayaran yang begitu ketat yang membuat kita menaifkan keprofesionalan kita.

Persaingan yang ketat ini banyak di manfaatkan oleh perusahaan pelayaran untuk mencari karyawan yang mau di gaji murah dengan minim fasilitas. Uang makan yang murah, tanpa premi dan tanpa jaminan kesehatan. Kalau seperti ini siapa yang di salahkan ? Bilang almarhum nenek saya yang salah ya orang di penjara hehehehe....

Banyak perusahaan pelayaran saat ini yang begitu tidak menghargai karyawannya khususnya para crew kapal. Mereka di anggap sapi perahan yang hanya bisa di ambil manfaatnya saja. Padahal kalau kita pikir para crew kapallah yang menjadi ujung tombak sebuah perusahaan pelayaran. Ketika sudah tidak bisa lagi di ambil manfaatnya mereka di campakkan begitu saja seperti baju bekas.

Bahkan ketika masih bisa di manfaatkan mereka di gaji dengan seenaknya. Uang makan yang tidak tepat waktu sehingga dalam sebulan mereka harus makan seadanya sampai menunggu uang makan di kirim. Gaji yang tertunda sampai dua tiga bulan, premi yang tidak di bayar , bahkan BBM ( bahan bakar minyak ) yang notabene untuk operasional kapal ketika habis kita requests susahnya minta ampun.

Banyak kezoliman yang di terima sebagian pelaut kita tapi mereka diam membisu seolah olah pasrah dengan keadaan ini. Sekali lagi hal inilah yang membuat perusahaan pelayaran nakal semakin menjadi jadi menzolimi karyawannya. Mereka hanya bisa berdoa.... Semoga Allah membalas kezoliman ini..... Amin.

Kepada siapa kita mengadu tentang ketidakadilan ini ? Syahbandar ? Aparat penegak hukum ? Hanya satu kata pesimis ! yang ada malah semakin sengsara nasib kita. Di negara yang undang undang hanya menjadi symbol saja mencari keadilan bagi orang lemah adalah mahal harganya.

Di Undang Undang Pelayaran RI No 17 Tahun 2008 pasal 151 begitu manis kata kata yang di tulis , yang mengatur tentang hak hak yang di terima oleh awak kapal. Tapi kenyataannya yang sebagian besar pelaut dapatkan nol besar. Di undang undang BPJS mewajibkan karyawannya untuk di ikutkan BPJS Ketenagakerjaan tapi coba di cek ? Paling hanya sekian persen yang mengikutkan.

Pada pasal 65 ayat 2 juga mengatur tentang siapa yang paling di dahulukan haknya ketika perusahaan pelayaran mengalami permasalahan utang piutang. Pasal tersebut menerangkan gaji dan tunjangan Nakhoda, gaji awak kapal dan hak hak lain  seluruh awak kapal adalah yang paling di utamakan tetapi sekali lagi kenyataanya utang pribadi yang di utamakan....... Capek deh.

Dalam tulisan ini saya berharap perusahaan pelayaran di indonesia yang saat ini masih  menghargai karyawannya, memanusiakan crew kapalnya, menganggap crew kapal sebagai aset yang harus di jaga semoga semakin maju dan sukses , karena saya yakin majunya sebuah perusahaan pelayaran  adalah pelaut yang menjadi ujung tombaknya.

Saya juga berdoa semoga perusahaan pelayaran yang nakal, yang hanya memikirkan keuntungan semata, yang tidak memanusiakan crew kapalnya dan menzolimi karyawannya segera sadar dan memenuhi hak hak karyawannya. Kalau tidak sadar dan tetep menzolimi biar Allah membalas dengan caraNYA. Ingat di akherat nanti balasannya dan siap siaplah untuk memanen buah yang kalian tanam. Doa orang terzolimi itu mustajab dan tiap hari di doakan oleh ratusan karyawan dengan doa - doa yang jelek.

Terus kepada regulator dalam hal ini pemerintah republik indonesia... Hemmm ketika membuat regulasi yang berkaitan dengan dunia pelayaran dan manusia di dalamnya maka pengawasan harus melekat sehingga perusahaan – perusahaan pelayaran yang nakal bisa di minimalisir dan tidak ada pelaut yang di zolimi lagi. Tindak tegas oknum pengusaha pelayaran yang nakal dan menjadikan karyawannya seperti budak karena sistem perbudakan sudah tidak berlaku lagi di indonesia.

Selain itu orang orang kesyahbandaran atau aparat terkait yang bekerja di lapangan sebagai penegak hukum dalam hukum pelayaran seharusnya  bertindak tegas dan adil dalam menegakkan hukum di lapangan. Terimalah dan carikan solusi yang adil setiap permasalahn yang di adukan oleh para pelaut.

Dan sekarang tidak ada balada sang pelaut lagi. Pelautnya tidak mampu bayar lagi segelas long island karena gajinya dua bulan belum di bayar.
Salam



No comments: