Thursday, July 28, 2011

Peraturan Mengenai Marine Pollution ( MARPOL )

pokok pembahasan khusus Annex I


gambar laut yang tercemar oleh tumpahan minyak
Sejak peluncuran kapal pengangkut minyak yang pertama GLUCKAUF pada tahun 1885 dan penggunaan pertama mesin diesel sebagai tenaga penggerak utama kapal tiga tahun kemudian, maka fenomena pencemaran laut oleh minyak mulai muncul.


Sebelum perang Dunia Kedua Sudah ada usaha-usaha untuk membuat peraturan mengenai  pencegahan dan penanggulangan
pencemaran laut oleh minyak, akan tetapi baru dimulai terpikirkan setelah terbentuk International Maritime Organization (IMO) dalam Badan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada tahun 1948.
Namun demikian pada saat itu usaha untuk membuat peraturan yang dapat dipatuhi oleh semua pihak dalam organisasi tersebut masih ditentang oleh banyak pihak. Baru pada tahun 1954 atas prakarsa dan pengorganisasian yang dilakukan oleh pemerintah Inggris (UK), lahirlah Oil Pollution Convention yang mencari cara untuk mencegah pembuangan campuran minyak dari pengoperasian kapal tanker dan dari kamar mesin.

Cara tersebut dilakukan dengan :
- Lokasi tempat pembuangan minyak atau campuran air dan minyak yang melebihi 100 ppm diperluas sejauh 50 nautical mile dari pantai terdekat.
- Negara anggota diharuskan untuk menyediakan fasilitas penampungan didarat guna menampung campuran air dan minyak.
Selanjutnya disusul dengan amandemen tahun 1962 dan 1969 untuk menyempurnakan kedua peraturan tersebut.


Jadi sebelum tahun 1970 masalah Maritime Pollution baru pada tingkat prosedur operasi. Pada tahun 1967 terjadi pencemaran terbesar, ketika tanker TORREY CANYON yang kandas dipantai selatan Inggris menumpahkan 35 juta gallons crudel oil dan telah merubah pandangan masyarakat International, dimana sejak saat itu mulai dipikirkan bersama pencegahan pencemaran secara serius. Sebagai hasilnya adalah “ International Convention for the Prevention of Pollution from Ships “ tahun 1973 yang kemudian disempurnakan dengan TSPP ( Tanker Safety and PollutionPrevention ) Protocol tehun 1978 dan konvensi ini dikenal dengan nama MARPOL 1973/1978 yang masih berlaku sampai sekarang.

MARPOL 1973/1978 memuat 5 (lima) Annexes yakni :
Annex I - Peraturan-peraturan untuk pencegahan pencemaran oleh Minyak
Annex II - Peraturan-peraturan untuk pengawasan pencemaran oleh zat-zat cair beracun dalam jumlah besar
Annex III - Peraturan-peraturan untuk pencegahan pencemarean oleh zat-zat berbahaya yang diangkut melalui laut dalam kemasan, atau peti atau tangki jinjing atau mobil tangki dan gerbong tangki
Annex IV - Peraturan-peraturan untuk pencegahan pencemaran oleh kotoran dari kapal
Annex V - Peraturan-peraturan untuk pencegahan pencemaran oleh sampah dari kapal
Annex VI - Peraturan-peraturan untuk pencegahan pencemaran udara dari kapal-kapal

Konvensi ini berlaku secara International sejak 2 Oktober 1983. Isi dan teks dari MARPOL 73/78 sangat komplek dan sulit dipahami bila tanpa ada usaha mempelajari secara intensif. Implikasi langsung terhadap kepentingan lingkungan Maritim dari hasil pelaksanaannya memerlukan evaluasi berkelanjutan baik oleh pemerintah maupun pihak industri suatu negara. Selanjutnya yang akan dibicarakan dalam blog ini adalah Annex 1 saja karena merupakan sumber pencemaran utama dewasa ini.  Annex 1 MARPOL 73/78 yang berisi mengenai peraturan untuk mencegah pencemaran oleh tumpahan minyak dari kapal sampai 6 juli 1993 sudah terdiri dari 26 regulation.


Dokumen penting yang menjadi bagian integral dari Annex 1 adalah :
Appendix I Mengenai Daftar dan jenis minyak
Appendix II Bentuk format dari IOPP Certificate
Appendix III Bentuk format dari Oil Record Book


Berikut adalah isi dan bentuk dari dokumen dimaksud berdasarkan MARPOL 73/78 
a. “ List of Oil “ sesuai Appendix I MARPOL 73/78 adalah daftar dari minyak yang akan menyebabkan pencemaran apabila tumpah ke laut dimana daftar tersebut tidak akan sama dengan daftar minyak sesuai kriteria industri perminyakan,


b. “ International Oil Pollution Prevention Certificate “ ( IOPC Certificate ) untuk semua kapal dagang, dimana supplement atau lampiran mengenai “ Record of Construction and Equipment for Ship other than oil Tankers and Oil Tankers “ dijelaskan secara terpisah di dalam Appendix II MARPOL73/78


c. “ Oil Record Book “ Buku catatan yang ditempatkan di atas kapal, untuk mencatat semua kegiatan menangani pembuangan sisa-sisa minyak serta campuran minyak dan air di Kamar Mesin, semua jenis kapal, dan untuk kegiatan bongkar muat muatan dan air balast kapal tanker.


Pada permulaan tahun 1970 an cara pendekatan yang dilakukan oleh IMO dalam membuat peraturan yang berhubungan dengan Marine Pollution pada dasarnya sama dengan sekarang, yakni melakukan kontrol yang ketat pada struktur kapal untuk mencegah jangan sampai terjadi tumpahan minyak atau pembuangan campuran minyak ke laut. Dengan pendekatan demikian MARPOL 73/78 memuat peraturan untuk mencegah seminimum mungkin minyak yang mencemari laut .


Tetapi kemudian pada tahun 1984 dilakukan beberapa modifikasi oleh IMO yang menitik beratkan pencegahan hanya pada kegiatan operasi tanker pada Annex I dan yang terutama adalah keharusan
kapal untuk dilengkapi dengan Oil Water Separating Equipment dan Oil Discharge Monitoring Systems.
Karena itu pada peraturan MARPOL 1973/1978 dapat dibagi dalam 3 (tiga) katagori :
a. Peraturan untuk mencegah terjadinya pencemaran
b. Peraturan untuk menanggulangi pencemaran
c. Peraturan untuk melaksanakan ketentuan tersebut

 1. Peraturan untuk mencegah terjadinya pencemaran
Peraturan dalam MARPOL 73/78 sangat kompleks, memuat banyak kreteria dan spesifikasi. Karena itu memerlukan kesabaran dan ketelitian untuk mempelajari dan melaksanakannya. Penting untuk diketahui waktu atau tanggal berlakunya suatu peraturan karena berbeda satu dengan yang lainnya, dan kaitannya dengan kapal bangunan baru (New Ships ) dan kapal yang sudah ada ( Existing Ships ).Pasal 65 ayat (1) UU. No.21 Th.1992 menegaskan bahwa setiap kapal dilarang melakukan pembuangan limbah atau bahan lainnya apabila tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan.


Pembuangan limbah atau bahan lain yang dilarang itu antara lain :
Pembuangan (dumping) limbah air got dari kapal tanpa prosedur, membuang sampah/kotoran dan sisa-sisa muatan (dirty Sweeping), membuang air cleaning dari tangki muat kapal dan lain sebagainya.
Menurut pasal 67 UU.21 Th.1992, setiap Nakhoda atau Pemimpin perusahaan kapal mempunyai kewajiban dalam upaya menanggulangi atau mencegah pencemaran laut yang bersumber dari kapalnya. Wajib segera melaporkan kepada pejabat pemerintah/instansi yang berwenang yang menangani penanggulangan pencemaran laut , mengenai terjadinya pencemaran laut yang disebabkan oleh kapalnya, atau oleh kapal lain atau apabila melihat adanya pencemaran di laut.


MARPOL 1973/1978 juga masih melanjutkan ketentuan hasil Konvensi 1954 mengenai Oil Pollution 1954 dengan memperluas pengertian minyak dalam semua bentuk termasuk minyak mentah, minyak hasil olahan, sludge atau campuran minyak dengan kotoran lain dan fuel oil, tetapi tidak termasuk produk petrokimia ( Annex II ).


Ketentuan Annex I Reg.9 menyebutkan bahwa pembuanagn minyak atau campuran minyak hanya diperbolehkan apabila :
· Tidak didalam “ Special Area “ seperti Laut Mediteranean, Laut Baltic, Laut Hitam, Laut Merah dan daerah Teluk,
· Lokasi pembuangan lebih dan samadengan 50 mil laut dari daratan,
· Pembuangan dilakukan waktu kapal berlayar,
· Tidak membuang lebih dari 30 liter/nautical mile,
· Tidak membuang lebih besar dari 1 : 30.000 dari jumlah muatan,
· Tangker harus dilengkapi dengan Oil Discharge Monitoring (ODM) atau ODM dengan kontrol sistimnya.


Peraturan MARPOL 73/78 Annex 1 Reg.16 menyebutkan bahwa :
- Kapal ukuran 400 GRT atau lebih tetapi lebih kecil dari 1.000 GRT harus dilengkapi dengan Oil Water Separating
Equipment yang dapat menjamin pembuangan minyak ke laut setelah melalui sistim tersebut dengan kandungan minyak kurang dari 100 parts per million ( 100 ppm ),

- Kapal ukuran 10.000 GRT atau lebih harus dilengkapi dengan kombinasi antara Oil Water Separating Equipment dengan Oil Discharge Monitoring and Control Systems, atau dilengkapidengan Oil Filtering Equipment yang dapat mengatur buangan campuran minyak kelaut tidak lebih dari 15 parts per million (alarm akan berbunyi bila melebihi ukuran tersebut). Dalam melakukan usaha mencegah sekecil mungkin minyak mencemari laut, maka sesuai MARPOL 1973/1978 dimana sisasisa dari campuran minyak diatas kapal terutama di kamar mesin yang tidak mungkin untuk diatasi seperti halnya hasil purifikasi minyak pelumas dan bocoran dari sistim bahan bakar minyak, dikumpulkan dalam tangki penampungan seperti slop tanks yang daya tampungnya mencukuipi, kemudian dibuang ke tangki darat. Peraturan ini berlaku untuk kapal ukuran 400 GRT atau lebih.


2. Peraturan untuk Menanggulangi Pencemaran
BAB. III dari MARPOL Annex I Reg.22 dan 23 mengatur mengenai “ Usaha mengurangi seminim mengkin polusi minyak akibat kerusakan lambung dan plat dasar dari kapal “. Dengan melakukan perhitungan secara hipotese aliran minyak dari tangki muatan, maka pada annex I dibuat petunjuk perhitungan untuk mencegah sekecil mungkin minyak yang tumpah ke laut apabila terjadi tabrakan atau kandas seperti :


- Semua tanker minyak segala ukuran diharuskan menggunakan Oil Discharge Monitoring (ODM) CentraL System dan oil water separating atau fltering equipment yang bisa membatasi kamdungan minyak dalam air yang akan dibuang ke laut maksimum 15 ppm.


- Segregated Ballast Tanks (SBT) sesuai Reg. 13 E, harus berfungsi juga sebagai pelindung atau “ Protective Location “ daerah tangki muatan pada waktu terjadi tabrakan atau kandas, untuk tangker minyak mentah 20.000 dwt atau lebih.


- Regulation 24, membatasi volume tangki muatan yang mengatur sedemikian rupa sehingga tumpahan minyak dapat dibatasi bila kapal bertabrakan atau kandas
Annex I MARPOL 73/78 berlaku untuk semua jenis kapal, dimana membuang minyak ke laut di beberapa lokasi dilarang dan di tempat lain sangat dibatasi. Karena itu kapal harus memenuhi persyaratan konstruksi dan peralatan serta mempersiapkan “Oil Record Book” 

- Kapal-kapal ukuran besar dan terlibat dalam perdagangan international harus disurvey dan diberikan sertifikat. Pelabuhan diharuskan menyediakan fasilitas penampungan campuran minyak dan residu dari kapal. Pemerintah negara anggota IMO atau Marine Administration berkewajiban melaksanakannya terhadap kapal sendiri (Flag State Duties), terhadap kapal asing yang memasuki pelabuhannya (Port State Duties) dan terhadap pengawasan pantainya (Coastal State Duties).


Ketentuan selanjutnya mengenai pelaksanaan konvensi MARPOL adalah sebagai berikut :
· Kapal ukuran di bawah dari 400 grt, tidak perlu diperiksa kelengkapannya dan tidak bersertifikat, tetapi harus diawasi agar kapal tetap memenuhi peraturan sesuai Annex I MARPOL 73/78 (Reg.4.2) dan kondisi kapal tetap terpelihara,


· Tanker ukuran di bawah 150 grt tidak perlu pemeriksaan tidak bersertifikat IOPP ( International Oil Pollution Prevention ), tetapi harus mengikuti peraturan dalam Annex I MARPOL 73/78 dan kondisi kapal serta peralatan lainnya terpelihara ( Re.4.4 ),


· Oil Record Book tetap dibutuhkandiatas kapal dan diisi sesuai dengan Regulation 15.4.


· Tanker ukuran 150 grt atau lebih harus memenuhi semua persyaratan sesuai Reg. 4 Annex I dan kondisi serta peralatan kapal harus dipelihara untuk menghindari pencemaran,


· Sertifikat IOPP hanya untuk tanker yang berlayar Internasional, dan tidak dibutuhkan untuk tanker domestik, tetapi ditentukan sendiri oleh Pemerintah yang ada hubungannya dengan survey (Reg.5).


Kelengkapan Dokumen yang harus dibawa berlayar bersama kapal sesuai dengan Annex I MARPOL 73/78 adalah sebagai berikut :
· Oil Record Book, Part I mengenai operasi di Kamar Mesin danPart II operasi Bongkar Muat Cargo dan Air Ballast, Reg. 20,
· Loading and Damage Stability Information Book Reg, 25,
· Oil Discharge Monitoring Operation Manual, Reg. 15.3
· Crude Oil Washing Operation and Equipment Manual, Reg. 13.B
· Clean Ballast Tank Opeartion Manual, Reg. 13.A,
· Instruction and Operation Manual of Oil Water Separating and Filtering Equipment. Reg. 16,
· Shipboard Oil Pollution Emergency Plan, Reg. 26.

2. Sumber-sumber Pencemaran
2.1 Penyebab pencemaran laut
- Dari ladang minyak dibawah dasar laut baik melalui rembesan maupun kesalahan pengeboran pada operasi minyak lepas pantai,


- Dari kecelakaan pelayaran seperti misalnya kandas,tenggelam dan tabrakan kapal-kapal tanker atau barang yang mengangkut minyak / bahan bakar,


- Dari operasi tanker dimana minyak terbuang kelaut sebagai akibat dari pembersihan tangki atau pembuangan air ballast dan lain-lain,


- Dari kapal-kapal selain tanker melalui pembuangan air bilge ( Got ),


- Dari operasi terminal pelabuhan minyak dimana minyak dapat timpah pada waktu memuat / membongkar muatan atau pengisian bahan bakar ke kapal,
- Dari limbah pembuangan Refinery,
- Dari sumber-sumber darat misaknya minyak lumas bekas atau cairan yang mengandung hydrocarbon,
- Dari hydrocarbon yang jatuh dari atmosfir misalnya a; cerobong asap pabrik, cerobong kapal, pesawat terbang dan lain sebagainya.

2.2. Tumpahan minyak kelaut dari kapal tanker / kapal lainnya dapat dibagi dalam 4 kelompok
 -Pembuangan minyak yang timbul sebagai akibat dari pengoperasian kapal selama menyelenggarakan pencucian tangki. 
- Pembuangan air bilge ( got ) yang mengandung minyak,
- Tumpahan yang berasal dari kecelakaan pelayaran antara lain kandas, tenggelam, tabrakan dan lain-lain,
- Tumpahan minyak selama Loading, discharging atau bunkering

2.3. Sebab terjadinya tumpahan minyak dari kapal
1. Kerusakan Mekanis
- Kerusakan dari sistem peralatan kapal,
- Kebocoran badan kapal,
- Kerusakan katup-katup hisab atau katup pembuangan kelaut,
- Kerusakan selang-selang muatan


2. Kesalahan Manusia
- Kurang pengetahuan / pengalaman,
- Kurang perhatian dari personil
- Kurang ditaatinya ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan
- Kurang pengawasan.


Kerusakan mekanis dapat diatasi dengan sistem pemeliharaan dan perawatan yang lebih baik serta pemeriksaan berkala oleh pemerintah / Biro Klasifikasi. Kesalahan manusia dapat diatasi dengan memberikan training kepada personil kapal untuk meningkatkan ketrampilan mereka sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan lebih efektif. Menerapkan sepenuhnya persyaratan perijasahan personil kapal.

2.4. Sumber pemasukan minyak ke lingkungan laut
Menurut perkiraan keseluruhan minyak bumi yang masuk ke lingkungan laut adalah 3,2 juta metrik ton pertahun. Yang terbanyak adalah adalah dari sumber-sumber di daratan terutamadalam bentuk pembuangan dari kota dan industri. Tumpahan dari kapal karena kecelakaan, ditambah dengan aktivitas eksplorasi dan produksi sebesar 6,47 juta metrik ton, secara relatif kecil kalau dibandingkan dengan produksi dunia sekarang yang besarnya 3 milyar metrik ton, yang setengahnya diangkut melalui laut. 


Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Keparahan Tumpahan Minyak dan Efek tumpahan minyak terhadap lingkungan ditentukan oleh interaksi antara beberapa faktor biologis dan non biologis.
Faktor-faktor tersebut meliputi :
- Tipe tumpahan minyak ( sifat fisika dan kimia )
- Jumlah dan kecepatan minyak yang tertumpah
- Lama waktu
- Daerah sekitar secara geografis
- Luas daerah yang terpengaruh
- Kondisi meteorologis dan oceanografi
- Musim
- Jenis biota yang ada di daerah yang terpengaruh
- Teknik pembersihan yang dipakai
- Sifat fisis dari garispantai yang bersebelahan
- Terjadinya peristiwa biologis khusus migrasi, pembiakan masal, peletakan telur dan sebagainya yang membuat biotabiota menjadi rentan.


* Faktor-faktor ini bervariasi dari tumpahan satu dengan lainnya, dengan demikian pengaruh jangka pendek dan jangka panjangnya akan tidak sama pula berpengaruhnya terhadap ekologi tersebut.


* Pengaruh Pencemaran Minyak
Pengaruh jangka pendek dari tumpahan minyak ini telah banyak diketahui, tetapi pengaruh jangka panjang sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Beberapa jenis burung laut di daerah tumpahan minyak akan
musnah karena mereka tidak bisa hinggap di atas lapisan minyak. Salah satu jenis burung yang tampak hidup di laut adalah burung camar.Burung camar merupakan komponen kehidupan pantai yang langsung dapat dilihat dan sangat terpengaruh akibat tumpahan minyak. Bahaya utama diakibatkan penyakit fisik dari pada pengaruh lingkungan kimia dari minyak. Burung harus selalu menjaga temperatur tubuhnya tetap hangat yang dilakukan karena kemampuan bulu-bulu lembut bagian bawah dalam mengisolasikan. Bulu-bulu itu tidak menyerap air tapi menyerap minyak, oleh karena itu minyak yang menempel pada bulu tersebut akan melekat terus dan tidak bisa terbilas oleh air. Lapisan minyak yang tipis tidak akan masuk ke bagian dalam dan mengganggu kemampuan bulu dalam isolasi.


Kehilangan daya sekat tersebut menyebabkan hilangnya panas tubuh burung secara terus menerus sehingga menimbulkan :
- Kebutuhan pemasukan makanan yang lebih besar
- Penggunaan cadangan dalam tubuh
- Burung yang terkena minyak cenderung kehilangan nafsu Yang paling terpengaruh oleh tumpahan minyak adalah burung yang menghabiskan sebagian besar atau seluruh hidupnya di air.


Dalam urutan kepekaan makin rendah , jenis-jenis burung yang terkena bahaya tumpahan minyak adalah : Penguin, Auk (sejenis burung laut dari Utara), Burung penyelam, Unggas air (bebek, angsa), dan burung camar.


Ikan paus bunuh diri kepantai disebabkan oleh tumpahan minyak, beberapa kerang-kerang juga mati oleh minyak. Tetapi ada beberapa kerang yang masih bertahan meskipun konsentrasi minyak cukup tinggi, asalkan waktu ekposnya relatif singkat, tetapi hampir semua dispresi sangat berbahaya untuk kerang. Ikan-ikan akan lebih tahan terhadap tumpahan minyak, karena dapat bergerak pindah tempat, kecuali ikan tidak dapat ke luar dari daerah yang luas tertutup oleh sejumlah besar tumpahan minyak maka ikan akan mati.
Pengaruh tumpahan minyak terhadap tanaman-tanaman laut, bakteri dan mahluk hidup kecil lainnya dalam laut tidak diketahui dengan jelas, karena faktor-faktor alam yang terpengaruh amat banyak dan berfluktuasi.


* Cara pembersihan tumpahan minyak
Pengalaman menunjukanbahwa pembersihan minyak tidak selalu sama, tergantung situasinya. Tumpahan dalam daerah yang sempit dapat diisolir dengan mudah dibandingkan dengan daerah yang luas.
Ada beberapa cara dalam pembersihan tumpahan minyak :


1. Secara mekanik 
Memakai boom atau barrier akan baik pada laut yang tidak berombak dan yang arusnya tidak kuat (maksimum 1 knot). Juga dipakai untuk tebal yang tidak melampaui tinggi boom. Posisi boom dibuat menyudut, minyak akan terkempul disudut dan kemudian dihisap dengan pompa. Umumnya pompa hanya mampu menghisap sampai pada ketebalan minyak sebesar ¼ inchi. Air yang terbawa dalam minyak akan terpisah kembali


2. Secara Absorbents
Zat untuk meng-absorb minyak ditaburkan di atas tumpahan minyak dan kemudian zat tersebut diangkut yang berarti minyak akan turut terangkat bersamanya. Umumnya zat yang digunakan meng-absorb tersebut antara lain : lumut kering, ranting, potongan kayu, talk. Sekarang banyak juga zat pengabsorb dibuat dari bahan sintetis, yaitu dari polyethelene, polystyrene, polypropylene dan polyrethane


3. Menenggelamkan minyak
Seatu campuran 3.000 ton kalsium karbonat yang ditambah dengan 1 % sodium stearate pernah dicoba dan berhasiln menegelamkan 20.000 ton minyak. Cara ini masih banyak dipertentangkan karena dianggap akan memindahkan masalah kerusakan oleh minyak kedasar laut yang relatif merusakan kehidupan. Tetapi untuk laut-laut dalam hal ini tidak memberikan efek yang berarti.


4. Oil Discharge Monitoring ( ODM )
Oil Discharge dipakai untuk memonitor dan mengontrol pembuangan ballast di kapal tanker yang disesuaikan dengan peraturan / persyaratan. Oil Discharge Monitoring (ODM) terdiri dari :
1. Oil content meter, meter supply pump dan homogenizer (Oilcon),
2. Flow rate indicating system,
3. Control section, recording device dan alarm (Central Control Unit : CCU),
4. Overboard discharge control
5. Ship’s LOG.


Fungsi dan Sistem.
Ballast yang akan dibuang melalui overboard discharge akan diukur pada measurement cell dari oilcon. Hasil dari pengukuran ini akan dirubah ke signal listrik dan digunakan sebagai petunjuk pada control box yang terletak di cargo control room, kadar minyak dari contoh air ditunjukan pada control box. Besarnya buangan ballast yang melalui overboard discharge akan dideteksi oleh odifice flow meter yang ditempatkan pada discharge line. Hasil catatan ini dirubah ke Pneumatic signal dan diteruskan ke P / E converter di cargo control room. Pencatatan kecepatan kapal didapatkan dari ship’s yang diteruskan ke CCU di cargo control room Dari CCU kemudian dihitung, hasil pencatatan di CCU kemudian dicatat jumlah minyak yang terbuang. CCU mengeluarkan tanda apabila kondisi sesuai dengan peraturan tanda di CCU berhenti dan membunyikan alarm apabila kondisi melampaui peraturan.

5. Oil Content Meter, Meter Supply dan Homogenizer ( OILCON )
Prinsip Dasar
Teknik pengukuran yang dipakai di oilcon adalah pada scattered light (pancaran sinar). Pancaran sinar/cahaya lewat melalui sebuah cell pencatat. Besarnya cahaya ( IS ) ditunjukan dengan sudut tergantung pada density dan jumlah minyak yang dibuang dan gelombang radiasi. Oleh karena itu konsentrasi minyak pada contoh air dapat diukur dengan mendeteksi kemampuan ID (direct light) dan IS (scattered light).


6. Oily Water Separator
Cara Kerja
Limbah minyak yang didapat dari pompa sepanjang tank (bilge feed pump) mengalir kedalam coarse separating chamber melalui oily water inlet pada primary coloumn dan berputarputar perlahan dalam ruangan pemutar (Chamber tangentially). Sebagai hasilnya, banyak minyak mengalir ke Oil collecting chamber. Kemudian limbah minyak memasuki fine separating chamber melalui bagian tengah pada buffle plate dan mengalir disekitarnya ke water collecting pipe melalui celah-celah diantara pelat-pelat penangkap minyak (oil catch plate). Dalam proses ini minyak mengapung dan menempel pada kedua sisi dari masing-masing plate penangkap, minyak dan air sudah terpisah. Sesudah pemisahan ini air melewati lubang kecil pada water collecting pipe (pipa pengumpul air) dan mengalir ke secondary separation coloumn (ruangan pemisah kedua) dengan cara melalui tempat keluar air (treated water outlet).

No comments: